Ekonomi Syariah

Undang-Undang Ekonomi Syariah Instrumen Game Changer untuk Mendobrak Stagnasi Perekonomian Indonesia

  • Oleh: Idris Parakkasi
  • Konsultan Ekonomi dan Keuangan Islam

Perekonomian Indonesia, seperti negara berkembang lainnya, menghadapi tantangan multidimensi yang kompleks. Mulai dari ketimpangan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, kerentanan sistem keuangan konvensional terhadap krisis, hingga tekanan inflasi dan nilai tukar. Di tengah pusaran tantangan ini, Indonesia sesungguhnya memegang sebuah “Kartu AS” yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal, sistem ekonomi syariah. Potensi besar ini, sayangnya, masih terhambat oleh fragmentasi regulasi dan ketiadaan payung hukum yang komprehensif. Oleh karena itu, percepatan pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Ekonomi Syariah (UU Ekosyar) bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah keniscayaan dan kebutuhan strategis untuk mendorong penguatan dan pemerataan perekonomian nasional yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Lanskap data potensi dan tantangan ekonomi syariah Indonesia  berbicara sangat jelas. Indonesia bukan hanya negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tetapi juga pemain utama dalam ekonomi syariah global. Global Islamic Economy Report 2022 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-4 secara global, dengan prospek untuk terus naik. Nilai aset industri keuangan syariah Indonesia pada akhir 2022 mencapai Rp 2.136 triliun, dengan perbankan syariah menguasai pangsa sekitar 6,8% dari total industri perbankan nasional. Angka ini, meskipun terus tumbuh, masih jauh di bawah potensi sesungguhnya.

Di sektor riil, potensinya lebih dahsyat lagi. Indonesia adalah produsen utama produk halal dunia, mulai dari makanan, fashion, farmasi, hingga pariwisata ramah muslim. Negara Institute (2023) memproyeksikan pasar produk halal global akan mencapai US$ 5 triliun pada 2030. Pertanyaannya, seberapa besar porsi Indonesia yang akan diraih? Di sinilah letak persoalan utama,  tanpa regulasi yang terintegrasi, holistik, dan memberikan kepastian hukum, potensi ini hanya akan menjadi impian.

Tantangan utama yang dihadapi adalah:

  1. Dualisme dan fragmentasi regulasi: Aturan tentang perbankan syariah, pasar modal syariah, dan asuransi syariah tersebar di berbagai undang-undang dan peraturan teknis dari OJK dan Bank Indonesia. Sementara sektor riil seperti industri halal, pariwisata syariah, dan zakat/wakaf diatur oleh kementerian/lembaga yang berbeda-beda, sering kali tumpang tindih dan tidak selaras.
  2. Minimnya insentif dan infrastruktur pendukung: Pelaku usaha halal, terutama UMKM, sering kesulitan mendapatkan pembiayaan syariah yang mudah dan berkelanjutan. Infrastruktur logistik dan sertifikasi halal yang mahal dan rumit juga menjadi kendala.
  3. Literasi dan inklusi keuangan syariah yang masih rendah: Pemahaman masyarakat bahwa ekonomi syariah bukan hanya untuk muslim, tetapi merupakan sistem ekonomi universal yang berkeadilan, masih perlu ditingkatkan.

Bagaimana urgensi Undang-Undang Ekonomi Syariah bisa menjadi sebuah solusi sistemik?

Kehadiran UU Ekosyar diharapkan dapat menjadi “konstitusi induk” yang menyatukan visi dan mengkoordinasikan seluruh pemangku kepentingan. UU ini bukan bertujuan untuk mengisolasi Indonesia dari sistem ekonomi global, melainkan untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional dengan nilai-nilai yang inklusif, etis, dan stabil. Solusi sistemik yang diharapkan dari UU ini antara lain;

1. Memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional sistem keuangan syariah. Dengan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan larangan riba (bunga) serta gharar (ketidakpastian yang berlebihan), secara intrinsik lebih tahan terhadap guncangan krisis. Krisis keuangan 2008 membuktikan bahwa lembaga keuangan syariah menunjukkan ketahanan yang lebih baik karena tidak terpapar produk-produk derivatif yang berisiko tinggi.

Dalil yang mendasari ini sangat kuat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 275:

“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Ayat ini bukan sekadar larangan, tetapi juga penegasan bahwa aktivitas ekonomi yang produktif dan adil (jual beli) adalah pengganti yang mulia. UU Ekosyar akan memberikan landasan hukum yang kokoh bagi pengembangan instrumen-instrumen keuangan yang berbasis asset-backed dan transaksi riil, sehingga mengurangi gelembung spekulasi  (buble economic) yang membahayakan stabilitas.

2. Mendobrak pertumbuhan ekonomi dan pemerataan melalui UMKM Mayoritas pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM. Sistem keuangan syariah dengan skema pembiayaan bagi hasil sangat cocok untuk membiayai UMKM, karena lebih berorientasi pada prospek usaha daripada agunan. Bank syariah menjadi mitra bagi pengusaha, bukan hanya kreditur.

Prinsip ini sejalan dengan semangat gotong royong dan keadilan. Rasulullah SAW bersabda:

“Allah merahmati seseorang yang bersikap lunak ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih hutang.” (HR. Bukhari)

UU Ekosyar dapat mengamanatkan kebijakan afirmatif, seperti alokasi persentase tertentu dari dana perbankan syariah untuk pembiayaan UMKM, serta mempermudah akses mereka terhadap pasar keuangan syariah. Ini akan menjadi stimulus besar bagi pertumbuhan ekonomi dari dasar dan menciptakan lapangan kerja yang luas.

3. Mengakselerasi pengembangan industri halal nasional. UU Ekosyar diharapkan dapat menciptakan Ekosistem Ekonomi Syariah yang Terintegrasi. Saat ini, sertifikasi halal dari BPJPH masih sering dipandang sebagai beban biaya oleh pelaku usaha. UU ini dapat mengatur insentif fiskal (pajak) dan non-fiskal bagi perusahaan yang telah bersertifikat halal, membangun infrastruktur logistik halal yang terintegrasi dari hulu ke hilir, dan mempromosikan brand “Indonesia Halal” di kancah global.

Dengan UU yang kuat, Indonesia dapat menjadi “Global Halal Hub”, bukan hanya sebagai pemasok bahan baku, tetapi sebagai produsen produk jadi yang memiliki nilai tambah tinggi. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan ekspor produk halal Indonesia terus meningkat, tetapi masih kalah dari pesaing seperti Thailand dan Brasil yang notabene bukan negara muslim. Ini membuktikan bahwa industri halal adalah pasar global, dan UU Ekosyar adalah peta untuk memenangkannya.

4. Mengoptimalkan Pengelolaan Zakat, Wakaf, dan Dana Sosial lainnyaPotensi dana sosial syariah Indonesia sangat besar. Potensi zakat nasional diperkirakan mencapai Rp 327 triliun per tahun (Baznas), namun realisasinya baru sekitar Rp 14-15 triliun (2022). Untuk wakaf, dengan aset tanah wakaf yang luas, potensinya bisa mencapai ribuan triliun rupiah jika dikelola secara produktif dengan instrumen seperti Wakaf Uang dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS).

UU Ekosyar dapat mengatur tata kelola yang transparan, akuntabel, dan profesional untuk lembaga-lembaga ini. Dana zakat dan wakaf harus dialihkan dari pola konsumtif (karitatif) ke pola produktif yang memberdayakan, seperti untuk program beasiswa, pembiayaan UMKM, dan pembangunan infrastruktur sosial. Rasulullah SAW telah mempraktikkan ini dengan membangun pasar di Madinah yang bebas riba, yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.

Menindaklanjuti agar UU Ekosyar efektif, beberapa prinsip kunci harus dimuat antara lain:

  • Payung hukum yang komprehensif: Mencakup seluruh aspek, dari keuangan, industri halal, hingga sosial syariah (zakat, wakaf, infak, sedekah).
  • Koordinasi dan sinergi lintas lembaga: Membentuk sebuah lembaga koordinasi atau komite nasional yang memiliki kewenangan untuk menyelaraskan kebijakan antara Kementerian Keuangan, OJK, BI, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kementerian PUPR, dan lainnya.
  • Penguatan SDM dan edukasi publik: Mengamanatkan pendidikan ekonomi syariah dalam kurikulum dan kampanye masif bahwa ekonomi syariah adalah untuk semua kalangan, lintas agama, karena menawarkan keadilan dan etika.
  • Inovasi Teknologi  dan digitalisasi (Fintech Syariah): Mendukung pengembangan fintech syariah dan bank digital syariah untuk meningkatkan inklusi keuangan.

Pengesahan Undang-Undang Ekonomi Syariah bukanlah tentang simbolisme atau politik identitas keagamaan. Ini adalah langkah strategis berbasis data dan evidence-based untuk membangun perekonomian Indonesia yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan. UU ini adalah jawaban atas kegelisahan terhadap sistem ekonomi yang timpang dan rentan krisis. Ia menawarkan solusi yang berakar pada nilai-nilai keadilan, transparansi, dan produktivitas yang universal. Indonesia memiliki semua bahan baku untuk menjadi pemimpin ekonomi syariah dunia berupa populasi, sumber daya alam, dan momentum. Yang kita butuhkan sekarang adalah sebuah konstitusi yang menyatukan semua potensi tersebut menjadi sebuah kekuatan ekonomi yang nyata. Dengan UU Ekosyar, kita tidak hanya memperkuat perekonomian nasional, tetapi juga menawarkan sebuah model alternatif pembangunan ekonomi yang berkeadilan bagi dunia dan sebuah model yang membuat Indonesia tidak hanya besar, tetapi juga bermartabat. Momentumnya adalah sekarang. Wallahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *