Perbankan Syariah

Jadi BUMN, BSI Dinilai Berpeluang Dongkrak Pangsa Pasar Perbankan Syariah

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) telah bertransformasi menjadi bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Senin (22/12/2025). Resminya status BSI setara dengan bank-bank himpunan bank milik negara (Himbara) diharapkan bisa menjadi salah satu jurus memperluas pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Indonesia, yang hingga kini minim. 

“Melalui status BSI sebagai BUMN, peran Pemerintah dalam membesarkan market share perbankan syariah nasional akan semakin kuat. Hingga kini market share perbankan syariah masih tertahan rendah di angka 7,7 persen,” kata Pengamat Ekonomi yang juga Direktur Next Policy Yusuf Wibisono kepada Republika, Kamis (25/12/2025). 

Yusuf mengatakan, dengan menjadi BUMN dan anggota Himbara, penempatan dana Pemerintah dan/atau BUMN di perbankan syariah (BSI) akan semakin kuat. Misalnya dengan mengaplikasikannya pada penggajian/payroll Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Dengan BSI menjadi BUMN, kebijakan payroll seluruh ASN melalui bank syariah dapat didorong lebih kuat, yaitu payroll ASN melalui BSI. Kebijakan afirmatif seperti ini akan signifikan mendorong market share perbankan syariah,” terangnya. 

Intervensi dan Redefinisi Model Bisnis 

Yusuf menyoroti perlunya BSI melakukan redefinisi model bisnis dengan lebih leluasa, usai bertransformasi menjadi bank BUMN. Menurutnya, peluang terbesar BSI menjadi BUMN adalah perbaikan tata kelola. 

Dengan menjadi BUMN, BSI tidak lagi berada di bawah kendali Bank Mandiri, namun kini pengelolaannya secara langsung akan di bawah rezim pengelolaan keuangan negara. Alias dikelola langsung di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan diawali langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta diregulasi langsung oleh BP BUMN. 

“Dengan tata kelola yang lebih ketat kita berharap ada perbaikan kinerja BSI setelah menjadi BUMN. Namun tantangan terbesar-nya adalah potensi intervensi politik akan semakin besar seiring status BSI sebagai BUMN,” ujarnya. 

Yusuf berpandangan, selama ini BUMN kerapkali mendapatkan intervensi politik yang kuat. Ia mewanti-wanti Pemerintah agar politisasi BUMN yang selama ini kerap terjadi tidak dilakukan kepada BSI. 

“Karena akan menjadi sebuah pertaruhan yang sangat besar bagi industri keuangan syariah nasional ketika BSI justru menjadi turun kinerjanya setelah menjadi BUMN,” tegasnya.

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan, dengan tidak lagi berada di bawah Bank Mandiri, BSI berpotensi besar untuk meredifinisi model bisnisnya. Ia menilai, selama ini model bisnis BSI masih kurang fokus dan belum teruji. 

“Indonesia ke depan, terutama untuk pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persens dan Indonesia Emas 2045, tidak hanya membutuhkan perbankan syariah dengan size yang besar, layanan yang lengkap, termasuk layanan digital, namun juga membutuhkan perbankan syariah dengan model bisnis yang fokus,” terangnya. 

Ia menyebut, kelahiran BSI dari merger bank BUMN syariah (PT Bank BRI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah) pada 2021 yang silam telah mencegah industri perbankan syariah mendalami ceruk pasar yang spesifik dan menjadi besar dengan strategi spesialisasi bisnis.

“Yang mana pada saat itu merger tiga bank BUMN syariah membuat industri perbankan syariah nasional menjadi kehilangan bank syariah dengan spesialisasi pembiayaan mikro untuk usaha kecil, yang sebelumnya melekat pada BRI Syariah. Saat ini, dengan BSI menjadi BUMN, menjadi kesempatan bagi BSI untuk memberi kontribusi bagi perbankan syariah nasional agar memiliki fokus bisnis yang kuat,” terangnya. 

Secara lebih spesifik, Yusuf merekomendasikan agar BSI lebih serius dalam membangun model bisnis yang fokus, misalnya berspesialisasi di pembiayaan pertanian, pembiayaan usaha mikro dan kecil, atau pembiayaan perumahan rakyat.

“Tantangan bagi BSI ke depan adalah bagaimana pertumbuhan organik diraih melalui business modelyang teruji dan berdaya tahan menghadapi krisis, baik melalui fokus pada segmen nasabah tertentu atau pada segmen sektor usaha tertentu,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *