Meneladani Rasulullah SAW dalam Berbisnis
- By. Idris Parakkasi
- Konsultan Ekonomi dan Keuangan Islam
Bisnis dalam Islam memiliki kedudukan yang penting, tidak hanya sebagai sarana untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai media untuk menjalankan nilai-nilai ibadah dalam syariat Islam. Rasulullah Muhammad SAW, sebagai sosok yang sempurna dalam segala aspek kehidupan, juga memberikan teladan yang sangat baik dalam bidang bisnis. Sebagai seorang pebisnis yang sukses sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, beliau menunjukkan prinsip-prinsip etis, kejujuran, ulet, amanah, professional, dan keadilan yang sangat relevan untuk diterapkan dalam bisnis modern. Untuk memahami lebih dalam, kita perlu menggali bagaimana Rasulullah SAW berbisnis serta bagaimana ajaran-ajarannya dapat diimplementasikan dalam konteks ekonomi modern antara lain; Pertama, Aspek Kejujuran dalam Berbisni. Kejujuran adalah landasan utama dalam etika bisnis Islam. Rasulullah . SAW dikenal sebagai “Al-Amin” yang berarti orang yang terpercaya. Beliau tidak hanya dikenal karena keterampilan bisnisnya, tetapi lebih karena integritas dan kejujurannya. Dalam praktik bisnis sehari-hari, beliau selalu terbuka dan jujur mengenai kualitas barang yang dijual, harga yang ditawarkan, serta kondisi barang dagangan. Kejujuran ini menciptakan kepercayaan dan membangun reputasi baik di kalangan para pelanggannya maupun masyarakat
Firman Allah SWT dalam Al-Quran, Surat Al-Mutaffifin ayat 1-3 mengingatkan tentang pentingnya kejujuran:
Hadis dari Ibnu Mas’ud r.a.: Rasulullah SAW bersabda: “Berpeganglah pada kejujuran, karena kejujuran menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan menuntun ke surga.”
(HR. Bukhari)
Bahaya kecurangan
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Dalam konteks bisnis modern, prinsip kejujuran dapat diterapkan dengan selalu memberikan informasi yang benar tentang produk atau jasa yang dijual. Ini termasuk memastikan bahwa deskripsi produk sesuai dengan kenyataan, tidak menyembunyikan cacat barang, serta memberikan harga yang adil. Hal ini juga bisa diterapkan dalam manajemen perusahaan, di mana keterbukaan dalam laporan keuangan dan pengelolaan operasional menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan.
Kedua, Berbisnis dengan Sikap Amanah . Amanah, atau dapat dipercaya, adalah karakter penting lainnya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau selalu memenuhi janji dan tidak pernah mengecewakan para pelanggan atau mitra bisnisnya. Hal ini menjadi dasar bagi prinsip keberlanjutan dalam bisnis. Sebuah bisnis yang amanah akan memiliki hubungan jangka panjang yang baik dengan pelanggan dan mitra bisnis, karena adanya rasa saling percaya dan penghargaan.
Dalam konteks ekonomi Islam, menjaga amanah juga berkaitan erat dengan pengelolaan aset dan modal. Rasulullah SAW sangat menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh para pelanggan dan mitra bisnisnya. Ini bisa diterapkan dalam bisnis modern dengan menjaga integritas dalam manajemen, transparansi dalam pengelolaan keuangan, dan menepati semua janji yang dibuat kepada pelanggan atau pemangku kepentingan lainnya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan berada bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga amanah dan kejujuran dalam bisnis, serta bagaimana keduanya dapat mengantarkan seseorang pada kesuksesan tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Ketiga, Menghindari Riba dan Praktik yang Zalim. Islam sangat menekankan keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam berbisnis. Salah satu cara untuk menjaga keadilan dalam bisnis adalah dengan menghindari riba. Salah satu bentuk riba yaitu transaksi pinjaman dengan bunga dengan mengambil keuntungan dari transaksi pinjaman yang dilarang keras dalam Islam karena dianggap sebagai bentuk eksploitasi yang tidak adil.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Hadis dari Jabir r.a.: “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberikan riba, orang yang mencatat transaksi riba, dan dua orang saksinya.” Beliau bersabda: “Mereka semua sama.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW dalam aktivitas bisnisnya tidak pernah terlibat dalam transaksi yang mengandung riba atau unsur penipuan. Dalam konteks bisnis modern, penghindaran riba bisa diterapkan dengan menggunakan sistem keuangan syariah, seperti pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) atau sistem jual beli (murabahah, salam, istisna’). Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dalam bisnis bukan berasal dari eksploitasi, tetapi dari kerja sama yang adil antara para pihak yang terlibat dan terkait dengan sektor riil. Keempat, Menjaga Etika dan Profesionalisme dalam Bisnis. Rasulullah saw juga menekankan pentingnya menjaga etika dalam berbisnis. Etika bisnis dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan kejujuran dan amanah, tetapi juga mencakup cara kita memperlakukan pelanggan, karyawan, dan mitra bisnis dengan adil dan hormat. Rasulullah SAW selalu memperlakukan semua orang dengan penuh penghormatan, tanpa membeda-bedakan status sosial atau ekonomi serta agama mereka.
Dalam bisnis modern, etika ini dapat diwujudkan dalam bentuk perlakuan yang adil terhadap pelanggan, menyediakan kondisi kerja yang layak, dan memastikan tidak ada eksploitasi dalam rantai pasokan. Etika bisnis juga berarti tidak memanfaatkan keadaan sulit orang lain untuk memperoleh keuntungan yang berlebihan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam bisnis, kita harus memperlakukan orang lain dengan cara yang kita ingin diperlakukan, termasuk dalam hal keadilan, penghormatan, dan kepedulian. Kelima. Mengutamakan Kerja Sama dan Kebersamaan. Rasulullah saw selalu menekankan pentingnya kebersamaan dan kerja sama dalam menjalankan bisnis. Beliau kerap bekerja sama dengan mitra bisnisnya dan selalu menekankan pentingnya saling membantu dan mendukung satu sama lain. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi Islam yang mendorong kerja sama (ta’awun) dan berbagi risiko. Konsep kemitraan (syirkah) dalam ekonomi Islam adalah salah satu bentuk kerja sama yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam syirkah, keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan awal berdasarkan nisbah keuntungan, dan risiko juga ditanggung Bersama sesuai nisbah modal. Hal ini berbeda dengan sistem kapitalis yang cenderung memberikan keuntungan sepihak bagi pemodal besar tanpa memperhitungkan untung atau rugi.
Dalam bisnis modern, prinsip ini dapat diterapkan dengan mendorong kemitraan strategis yang adil dan seimbang. Dengan adanya kerja sama yang baik, bisnis dapat berkembang lebih cepat dan lebih berkelanjutan. Keenam, Mengutamakan Keberkahan dalam Bisnis.
Prinsip yang tidak kalah pentingnya adalah mencari keberkahan dalam setiap transaksi. Rasulullah saw selalu mengajarkan bahwa keuntungan yang sedikit tetapi halal dan berkah jauh lebih baik daripada keuntungan besar yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar. Keberkahan dalam bisnis tidak hanya diukur dari seberapa besar keuntungan finansial, tetapi juga dari bagaimana bisnis tersebut memberikan manfaat kepada masyarakat.
Hadis dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa memberi kemudahan (kepada orang lain) dalam kesulitan, Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Implementasi prinsip keberkahan ini dalam bisnis modern bisa berupa komitmen untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat, misalnya melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), menciptakan lapangan kerja yang layak, serta memastikan bahwa bisnis tersebut tidak merusak lingkungan atau merugikan pihak lain.
Hadis dari Abdullah bin Umar r.a.: Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (orang lain).” (HR. Thabrani)
Meneladani Rasulullah saw dalam berbisnis bukan hanya sekadar mengikuti etika atau prinsip moral tertentu, tetapi juga merupakan cara untuk menjalankan bisnis yang berkah, adil, dan bermanfaat bagi semua pihak. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, amanah, penghindaran riba, etika, kerja sama, dan keberkahan adalah fondasi yang kuat untuk menciptakan bisnis yang sukses baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam konteks ekonomi modern, prinsip-prinsip ini tetap relevan dan dapat diimplementasikan melalui berbagai cara, seperti menjalankan bisnis yang transparan, mengadopsi sistem keuangan syariah, serta menciptakan lingkungan bisnis yang etis dan adil. Dengan meneladani Rasulullah saw, kita dapat menciptakan bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara materi, tetapi juga diridhai Allah swt. Wallahu a’lam