Produk Halal

Strategi Industri Halal Sebagai  Pengungkit Pertumbuhan Dan Distribusi Ekonomi Yang Berkeadilan Dalam Perspektif Ekonomi Islam

  • Oleh: Idris Parakkasi
  • Konsultan Ekonomi Dan Keuangan Islam

Ekbis Syariah. Industri halal telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi global yang tidak terbantahkan. Namun, dalam perspektif ekonomi Islam, industri halal bukan sekadar tentang produk yang boleh dikonsumsi (halal dzati), melainkan sebuah sistem ekonomi integral yang mencakup seluruh proses dari hulu ke hilir. Mulai dari sumber daya, produksi, distribusi, hingga konsumsi yang harus memenuhi kriteria halal, thayyib (baik), berkeadilan, dan berkelanjutan. Industri halal, dengan demikian, adalah manifestasi nyata dari penerapan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah) dalam kehidupan ekonomi, khususnya dalam menjaga agama (hifzh ad-din), jiwa (hifzh an-nafs), akal (hifzh al-aql), keturunan (hifzh an-nasl), dan harta (hifzh al-mal).

Artikel ini akan mengulas strategi-strategi kunci dalam membangun industri halal yang tidak hanya menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjadi instrumen yang powerful untuk distribusi kekayaan yang berkeadilan, didukung oleh dalil naqli dan data-data terkini.

Landasan Ekonomi Islam berdiri di atas tiga pilar utama: Kepemilikan ganda (Dual Ownership) yang mengakui kepemilikan individu dan publik, Kebebasan berekonomi dalam koridor syariah, dan keadilan Sosial. Industri halal adalah wadah dari ketiga pilar ini.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ


“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Ayat ini tidak hanya memerintahkan konsumsi yang halal, tetapi juga thayyib (baik). “Thayyib” di sini memiliki cakupan yang luas: baik dari segi gizi, kualitas, proses produksi yang manusiawi dan ramah lingkungan, serta bebas dari eksploitasi. Rasulullah SAW juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا


“Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, industri halal yang sejati harus memastikan seluruh rantai nilainya bebas dari gharar (ketidakjelasan), zhulm (kezaliman), riba, dan segala bentuk praktik yang merusak lingkungan atau mengeksploitasi pekerja.

Potensi industri halal sesui data dari State of the Global Islamic Economy Report 2023 oleh Dinar Standard dan Salaam Gateway menunjukkan gambaran yang sangat optimistis yaitu:

  • Pengeluaran Konsumen Muslim Global untuk sektor halal (makanan, farmasi, kosmetik, fashion, media/rekreasi, dan travel) mencapai USD 2.29 Triliun pada 2023 dan diproyeksikan tumbuh menjadi USD 3.28 Triliun pada 2028.
  • Indonesia kembali menduduki peringkat pertama secara global dalam Indeks Ekonomi Islam Global (Global Islamic Economy Indicator/GIEI) 2023, diikuti oleh Arab Saudi dan Malaysia.
  • Sektor makanan halal masih menjadi yang terbesar, dengan permintaan yang terus meningkat tidak hanya dari negara mayoritas Muslim tetapi juga dari non-Muslim yang menyukai jaminan kualitas, kebersihan, dan etika.

Bank Indonesia (BI) juga mencatat bahwa kontribusi ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional terus menunjukkan tren positif, dengan industri halal sebagai penyumbang utama. Ini adalah ladang subur yang harus dioptimalkan.

Strategi kunci industri halal untuk pertumbuhan dan distribusi ekonomi sebagai strategi inti yang harus dibangun antara lain:

Pertama, Penguatan regulasi dan standardisasi halal yang kredibel dan terintegrasi.
Keberadaan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah langkah fundamental dengan strateginya adalah:

  • Sertifikasi yang Efisien dan Terjangkau: Mempercepat proses sertifikasi dengan biaya yang dapat diakses oleh UMKM. Sertifikasi halal bukanlah beban, melainkan value added dan kunci masuk ke pasar global.
  • Sinkronisasi Standard Internasional: Harmonisasi standar halal Indonesia dengan standar internasional (seperti GCC, MUI, JAKIM Malaysia) untuk memudahkan ekspor.
  • Digitalisasi Layanan: Penggunaan platform digital untuk pendaftaran, pelacakan, dan verifikasi sertifikat halal untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan.

Kedua, Pengembangan rantai pasok (supply chain) halal yang terintegrasi dan berkeadilan
Ini adalah jantung dari distribusi ekonomi, dimana rantai pasok halal harus menjamin:

  • Keterlibatan petani dan peternak lokal: Membangun kemitraan yang adil antara industri besar dengan petani/peternak kecil sebagai pemasok bahan baku halal. Ini mencegah monopoli dan mendistribusikan pendapatan hingga ke level akar rumput. Konsep mudharabah (bagi hasil) atau musyarakah (kemitraan) dapat diterapkan dalam pola kemitraan ini.
  • Logistik dan cold chain khusus halal: Menginvestasikan infrastruktur logistik yang memastikan tidak adanya kontaminasi silang (cross-contamination) antara produk halal dan non-halal dari hulu ke hilir. Ini menciptakan lapangan kerja baru dan industri pendukung.
  • Prinsip kehati-hatian (Precautionary Principle): Setiap titik dalam rantai pasok harus diawasi dan dapat dilacak (traceable).

Ketiga, Pendalaman struktur industri dan inovasi produk yang tidak hanya fokus pada bahan mentah, tetapi juga pada:

  • Industrialisasi produk hilir: Mengolah bahan baku lokal (seperti sapi, ayam, kelapa, rempah-rempah) menjadi produk bernilai tambah tinggi (processed food, suplemen, ekstrak) untuk ekspor.
  • Inovasi di sektor non-makanan: Mengembangkan sektor-sektor dengan pertumbuhan tinggi seperti wisata halal (halal tourism), fashion modest, fintech syariah, dan kosmetik halal. Indonesia memiliki keunggulan budaya dan alam yang sangat kaya untuk dikembangkan.
  • Ekonomi sirkular halal: Mengintegrasikan prinsip ramah lingkungan dalam produksi. Misalnya, limbah industri halal (seperti tulang, kulit) dapat diolah menjadi produk baru (pupuk, kerajinan), yang sejalan dengan prinsip Islam sebagai khalifah yang memakmurkan bumi.

Keempat, Akselerasi literasi dan edukasi keuangan syariah untuk UMKM halal
dimana UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia dan pemain utama industri halal  dengan strategi antara lain:

  • Akses pembiayaan syariah: Memperluas akses UMKM kepada pembiayaan bebas riba melalui Bank Syariah, BPRS, dan Fintech Syariah yang berizin. Skema akad jual beli (murabahah), sewa (ijarah), atau bagi hasil (mudharabah/musyarakah) lebih sesuai dengan cash flow usaha kecil.
  • Capacity Building: Melatih UMKM tidak hanya tentang produksi halal, tetapi juga manajemen keuangan, pemasaran digital, dan ekspor.
  • Linkage Program: Menghubungkan UMKM halal dengan rantai pasok perusahaan besar dan platform e-commerce global.

5. Kelima, Pemanfaatan Teknologi Digital (Halal Tech) sebagai revolusi digital adalah keniscayaan dengan mengembangkan:

  • E-commerce dan Marketplace Halal: Mengembangkan platform khusus atau memanfaatkan platform existing untuk mempromosikan produk halal lokal ke pasar global.
  • Aplikasi Traceability: Menggunakan Blockchain dan IoT untuk memberikan jaminan dan transparansi kehalalan sebuah produk. Konsumen dapat memindai QR code untuk mengetahui seluruh perjalanan produk.
  • Digital Marketing: Memanfaatkan media sosial untuk membangun brand awareness produk halal Indonesia dengan cerita dan nilai-nilai keislaman yang universal (kejujuran, keadilan, keberkahan).

Industri halal sebagai instrumen distribusi ekonomi yang berkeadilan dengan  pendekatan ekonomi Islam dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang  inklusif dan  dapat mendistribusikan kekayaan melalui:

  • Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF): Perusahaan halal yang profitable dapat mengalokasikan sebagian keuntungannya untuk ZISWAF. Dana ini dapat dialirkan untuk pemberdayaan mustahik (penerima zakat) agar menjadi pelaku industri halal baru, atau untuk membiayai pendidikan dan kesehatan komunitas sekitar. Ini adalah siklus ekonomi yang berkeadilan.
  • Skema Kemitraan yang Adil: Seperti disebutkan sebelumnya, menghindari eksploitasi dalam rantai pasok dan memastikan petani/nelayan mendapat harga yang wajar.
  • Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Syariah: CSR dalam Islam bukan hanya charity, tetapi bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (takaful ijtima’i) untuk memberdayakan masyarakat.
  • Penciptaan Lapangan Kerja yang Luas: Industri halal yang terintegrasi dari hulu ke hilir akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar di berbagai sektor.

Tantangan utama dalam mewujudkan industri halal sebagai lokomotif dalam mendorong pertumbuhan dan distribusi ekonomi meliputi: (1) masih rendahnya kesadaran sebagian pelaku usaha tentang pentingnya sertifikasi halal, (2) infrastruktur logistik halal yang masih terbatas, (3) kebutuhan SDM yang kompeten di bidang ekonomi dan industri halal, dan (4) persaingan global yang semakin ketat. Olehnya itu perlu langkah-langkah yang kongrit melalui:

  • Insentif Fiskal dan Non-Fiskal: Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang investasi di rantai pasok halal dan bagi UMKM yang telah bersertifikat halal.
  • Integrasi Pendidikan: Memasukkan kurikulum ekonomi dan industri halal di berbagai level pendidikan untuk menciptakan SDM unggul.
  • Diplomasi Ekonomi Halal: Pemerintah aktif mempromosikan standar halal Indonesia di forum internasional dan membuka akses pasar baru melalui perjanjian perdagangan.

Industri halal adalah amanah sekaligus peluang emas bagi Indonesia dan dunia Muslim. Dengan menerapkan strategi yang komprehensif  yang tidak hanya mengejar pertumbuhan nominal tetapi juga berkeadilan distributif. Industri halal dapat menjadi bukti nyata keunggulan sistem ekonomi Islam. Ia hadir sebagai solusi atas berbagai masalah ekonomi modern berupa  ketimpangan, eksploitasi, dan kerusakan lingkungan. Dengan kekuatan regulasi, integrasi rantai pasok, inovasi, dukungan keuangan syariah, dan pemanfaatan teknologi, industri halal tidak hanya akan membawa Indonesia menjadi global halal hub, tetapi juga mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan bermartabat.  Wallahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *