Momentum Spirit Hijrah Dalam Membumikan Ekonomi Syariah Secara Global
- Oleh: Idris Parakkasi
- Konsultan Ekonomi dan Keuangan Islam
Ekbis Syariah. Dunia saat ini menghadapi krisis multidimensi, mulai dari ketimpangan ekonomi, kerusakan moral, kemiskinan, tingkat pengangguran, inflasi global, hingga kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sistem kapitalis yang tidak berkelanjutan. Bank Dunia (2023) mencatat bahwa 60% penduduk dunia hidup di negara dengan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar, sementara sistem keuangan konvensional justru memperburuk situasi dengan praktik riba, spekulasi (gharar), dan konsentrasi kekayaan di segelintir elit. Di tengah kegagalan sistem ini, ekonomi syariah muncul sebagai alternatif yang tidak hanya menawarkan solusi finansial, tetapi juga keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Spirit hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan sebuah revolusi peradaban yang mengubah tatanan ekonomi, politik, dan sosial. Dalam waktu singkat, Rasulullah SAW membangun masyarakat Madinah berbasis prinsip syariah, termasuk melalui Piagam Madinah yang menjamin keadilan ekonomi bagi semua kalangan, baik Muslim maupun non-Muslim. Nilai-nilai hijrah inilah yang harus dihidupkan kembali di era modern untuk membumikan ekonomi syariah secara global, sebagai jawaban atas krisis kapitalisme dan ketidakadilan sistem moneter dunia.
Allah SWT berfirman:
Dan jika kamu berhijrah di jalan Allah, niscaya kamu akan mendapatkan bumi yang luas dan banyak. (QS. An-Nisa’: 100).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. (QS. Al-Baqarah:218)
Krisis finansial 2008 membuktikan kerapuhan sistem ekonomi konvensional yang berbasis riba, spekulasi (gharar), dan eksploitasi. Bank Dunia mencatat, ketimpangan ekonomi global meningkat, dimana 1% populasi menguasai 44% kekayaan dunia (Oxfam, 2023). Sementara itu, ekonomi syariah tumbuh rata-rata 10-12% per tahun (Islamic Financial Services Board/IFSB, 2023), menunjukkan ketahanannya sebagai bukti kebenaran wahyu dari Allah swt.
Allah SWT berfirman:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah: 275).
Prinsip syariah menolak eksploitasi, mendorong bagi hasil (mudharabah), dan melarang monopoli (ihtikar), sesuai sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang memonopoli barang, maka ia berdosa.” (HR. Muslim).
Pertumbuhan ekonomi syariah sesuai data dan potensi dimana aset keuangan syariah global mencapai $3.25 triliun pada 2023 (IFSB). Negara-negara non-Muslim seperti Inggris, Jerman, dan Singapura mengadopsi sukuk sebagai instrumen investasi yang adil dan menguntungkan. Perkembangan pasar ekonomi syariah, Indonesia memiliki posisi sebagai pasar utama dengan pertumbuhan 14,8% per tahun (Bank Indonesia, 2023).
Spirit hijrah mengajarkan kolaborasi (ukhuwah islamiyah) antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dalam ekonomi syariah, ini tercermin dalam potensi dan implementasi zakat & wakaf sebagai solusi pengentasan kemiskinan. Baznas RI mencatat potensi zakat Indonesia Rp327 triliun/tahun, tetapi baru tergarap sekitar Rp14 triliun (2023). Meningkatnya UMKM syariah sebagai pilar ekonomi inklusif. Di Malaysia, 65% UMKM berbasis syariah berkontribusi pada 40% PDB.
Hijrah juga berarti adaptasi terhadap inovasi digital dimana konomi syariah harus memanfaatkan teknologi, Peer-to-Peer (P2P) syariah tumbuh 47% di Indonesia (OJK, 2023). Selain itu Blockchain untuk transparansi wakaf dimana UAE dan Saudi mempelopori wakaf digital.
Spirit hijrah mengajarkan perubahan, kolaborasi, dan inovasi, nilai-nilai yang harus diadopsi untuk membumikan ekonomi syariah global. Dengan pertumbuhan pesat, dukungan teknologi, dan diplomasi intensif, ekonomi syariah bisa menjadi arus utama peradaban ekonomi dunia. Namun, diperlukan sinergi ulama, regulator, bisnis, dan generasi muda untuk mewujudkannya.
Spirit hijrah sebagai solusi transformasional mengajarkan tiga nilai utama yang relevan untuk pengembangan ekonomi syariah global yaitu; Perubahan mindset dari sistem eksploitatif ke ekonomi berbagi (sharing economy). Melakukank kolaborasi seperti sinergi Muhajirin dan Anshar, ekonomi syariah membutuhkan kerjasama global antarnegara, regulator, dan pelaku usaha. Kemudian didukung oleh inovasi, dimana Nabi SAW memanfaatkan momentum hijrah untuk membangun sistem baru; hari ini, ekonomi syariah harus beradaptasi dengan digitalisasi, blockchain, dan green finance dan lainnya.
Bagaimana tantangan dan strategi pengembangan globalisasi ekonomi syariah?
Pertama, regulasi dan standardisasi. Perlu harmonisasi standar syariah global antara AAOIFI (Timur Tengah), Bank Indonesia, dan LFSA (London). Selain itu perlunya fatwa lintas negara untuk produk seperti crypto syariah untuk menyamakan persepsi.
Kedua, perlunya literasi dan ketersediaan SDM. Secara realitas hanya 28% masyarakat Indonesia paham ekonomi syariah (SEBI, 2023). Untuk meningkatkan ketersediaan SDM perlu integrasi kurikulum syariah di kampus global (contoh: Oxford Islamic Finance Programme).
Ketiga, Diplomasi ekonomi syariah. Indonesia bisa memimpin D-8 (Developing Eight) untuk kerjasama perdagangan syariah. Mendorong G20 memasukkan agenda ekonomi syariah dalam pembahasan ketahanan finansial.
Keempat, Perlunya peran ulama, akademisi, dan milenial. Peran Ulama dapat mendorong Fatwa progresif seperti bolehnya crypto aset syariah (MUI, 2023). Akademisi didorong meningkatkan riset aplikatif seperti green sukuk untuk pembangunan berkelanjutan. Peran milenial melakukan Gerakan hijrah finansial melalui konten kreatif (TikTok, Instagram) terkait pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Hijrah Nabi Muhammad SAW bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi revolusi sistemik yang membangun tatanan ekonomi berbasis syariah di Madinah. Dengan semangat hijrah perubahan, kolaborasi, dan inovasi, ekonomi syariah berpotensi menjadi arus utama peradaban ekonomi dunia. Namun, diperlukan komitmen dan kolaborasi kolektif untuk mewujudkannya.
Wallahu a’lam