Pentingnya Lumbung Pangan dalam Perspektif Ekonomi Islam untuk Ketahanan dan Kemandirian Pangan
- Oleh; Idris Parakkasi
- Konsultan Ekonomi dan Bisnis Islam
Ekbis Syariah. Ketahanan dan kemandirian pangan merupakan isu strategis yang krusial bagi setiap bangsa termasuk Indonesia. Dalam Islam, konsep pengelolaan sumber daya dan distribusi pangan telah diatur sedemikian rupa untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia tanpa menimbulkan ketimpangan. Salah satu pendekatan yang dapat diambil untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pembangunan lumbung pangan di seluruh tingkatan wilayah, dari pusat sampai pedesaan. Lumbung pangan tidak hanya menjadi instrumen penyimpanan hasil panen, tetapi juga memainkan peran penting dalam stabilisasi harga, distribusi pangan yang adil, dan mitigasi risiko krisis pangan. Dalam perspektif ekonomi Islam, pengelolaan lumbung pangan mencerminkan prinsip keadilan (‘adl), keberlanjutan (istidamah), dan kebersamaan (ta’awun).
Dalam Al-Qur’an dan Hadis memberikan banyak pedoman terkait pengelolaan sumber daya untuk kesejahteraan bersama. Salah satu kisah yang relevan adalah kisah Nabi Yusuf AS yang tercatat dalam Surah Yusuf ayat 47-49. Dalam ayat tersebut, Nabi Yusuf menyarankan pengelolaan hasil panen selama tujuh tahun masa subur untuk menghadapi tujuh tahun masa paceklik. Pendekatan ini mencerminkan pentingnya perencanaan dan pengelolaan yang baik terhadap sumber daya pangan. Nabi Yusuf AS berkata: ‘Hendaklah kamu bertanam tujuh tahun sebagaimana biasa; maka apa yang kamu panen hendaklah kamu biarkan di bulirnya, kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian akan datang setelah itu tujuh tahun yang sulit, yang akan menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi tahun sulit itu, kecuali sedikit dari apa yang kamu simpan.’” (QS. Yusuf: 47-48)
Dalam hadis, Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya menjaga sumber daya dan mencegah pemborosan. Salah satu hadis yang relevan menyatakan: “Orang yang menimbun (barang) itu berdosa.” (HR. Muslim). Ini menegaskan bahwa pengelolaan stok pangan harus dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, bukan untuk spekulasi pribadi untuk kepentingan pribadi yang merugikan masyarakat secara luas.
Konsep lumbung pangan bukan hal baru dalam sejarah Islam. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, misalnya, lumbung-lumbung pangan didirikan untuk memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat, terutama pada masa krisis. Umar bin Khattab juga dikenal dengan kebijakan ekonominya yang inklusif, termasuk distribusi zakat dan pengelolaan baitul mal untuk kepentingan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa lumbung pangan dapat menjadi bagian dari sistem ekonomi Islam yang terintegrasi, melibatkan pengelolaan zakat, sedekah, dan wakaf.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, terdapat pula sistem pengelolaan agraria yang maju, di mana surplus hasil panen disimpan untuk digunakan pada masa paceklik. Sistem ini menunjukkan bahwa pengelolaan pangan yang baik dapat mendukung stabilitas ekonomi dan sosial suatu negara. Pengalaman sejarah ini memberikan pelajaran penting bahwa lumbung pangan tidak hanya berfungsi sebagai penyimpanan, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan pemerataan, kemakmuran dan mengendalikan ketimpangan sosial ekonomi.
Lumbung pangan dalam konteks modern adalah bagaimana, ketahanan pangan menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim, pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan ketergantungan pada impor pangan. Dalam hal ini, keberadaan lumbung pangan dapat memberikan solusi strategis. Lumbung pangan yang terdesentralisasi di berbagai tingkatan wilayah mulai dari tingkat desa, kota, hingga nasional dapat mengurangi ketergantungan pada pihak luar atau impor, meningkatkan efisiensi distribusi, dan memastikan akses pangan bagi masyarakat yang paling rentan.
Sistem ekonomi Islam menawarkan pendekatan yang holistik dalam pengelolaan lumbung pangan modern. Beberapa prinsip yang relevan meliputi: Pertama, Keadilan distribusi. Dalam Islam, distribusi kekayaan dan sumber daya harus dilakukan secara adil. Lumbung pangan dapat menjadi instrumen untuk memastikan bahwa hasil panen tidak hanya dinikmati oleh segelintir pihak, tetapi juga dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kedua, Kerja Sama dan solidaritas. Konsep ta’awun (kerja sama) mendorong masyarakat untuk saling membantu dalam pengelolaan pangan. Lumbung pangan dapat dikelola bersama oleh komunitas dengan prinsip musyawarah dan gotong royong.
Ketiga, Keberlanjutan. Islam mengajarkan pentingnya menjaga sumber daya alam untuk generasi mendatang. Lumbung pangan yang dikelola secara berkelanjutan dapat mengurangi pemborosan dan dampak negatif terhadap lingkungan. Keempat, pengelolaan Risiko. Sebagaimana yang dicontohkan dalam kisah Nabi Yusuf AS, lumbung pangan dapat digunakan untuk mengelola risiko akibat fluktuasi hasil panen atau bencana alam. Ini sejalan dengan prinsip ihtiyat (kehati-hatian) dalam ekonomi Islam.
Bagaimana implementasi lumbung pangan berbasis ekonomi Islam?
Untuk mewujudkan lumbung pangan yang efektif dan sesuai prinsip ekonomi Islam, beberapa langkah strategis dapat dilakukan antara lain: Pertama, Penguatan kelembagaan. Lumbung pangan perlu dikelola oleh lembaga yang transparan, profesional dan akuntabel, seperti Baitul Mal atau koperasi berbasis syariah. Kelembagaan ini harus mampu mengintegrasikan pengelolaan zakat, sedekah, dan wakaf untuk mendukung keberlanjutan lumbung pangan. Kedua, Desentralisasi pengelolaan. Lumbung pangan harus didirikan di setiap tingkatan wilayah, mulai dari desa hingga provinsi sampai pusat. Hal ini akan memudahkan distribusi pangan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan dengan cepat dan efisien. Ketiga, Kolaborasi dengan teknologi. Teknologi modern, seperti blockchain dan big data, dapat digunakan untuk mencatat dan memantau stok pangan secara transparan. Teknologi juga dapat membantu dalam perencanaan tanam dan prediksi hasil panen. Selain itu itu tehnologi juga digunakan untuk menjaga kualitas dan inovasi pangan. Keempat, Edukasi masyarakat. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya lumbung pangan dan perannya dalam menjaga ketahanan pangan. Edukasi ini dapat dilakukan melalui kampanye, pelatihan, dan program pemberdayaan serta pelibatan. Kelima, Kemitraan strategis. Pemerintah, lembaga swasta, dan komunitas lokal perlu bekerja sama dalam pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan. Pendekatan ini akan memperkuat sinergi antara pemerintah, sektor publik dan swasta dalam mendukung ketahanan pangan.
Apa dampak ekonomi dan sosial lumbung pangan?
Implementasi lumbung pangan yang efektif akan memberikan dampak positif yang signifikan, baik secara ekonomi maupun sosial. Antara lain:
Pertama, Stabilisasi harga. Dengan adanya stok pangan yang cukup, fluktuasi harga akibat kelangkaan dapat diminimalkan. Hal ini akan membantu masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah, untuk tetap memiliki akses terhadap pangan dengan harga terjangkau. Kedua, Peningkatan kemandirian pangan. Ketergantungan pada impor dapat dikurangi bahkan bisa dihilangkan sampai surplus. sehingga negara memiliki kontrol lebih besar terhadap sumber daya pangannya sendiri. Ketiga, Pemberdayaan petani. Lumbung pangan dapat berfungsi sebagai pasar bagi hasil panen petani lokal, sehingga mereka mendapatkan harga yang wajar dan tidak dirugikan oleh tengkulak atau pemodal yang mengatur harga. Keempat, Pengurangan dan pengendalian ketimpangan. Dengan distribusi yang adil, lumbung pangan dapat membantu mengurangi kesenjangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin.
Lumbung pangan merupakan salah satu solusi strategis yang dapat diimplementasikan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan. Dalam perspektif ekonomi Islam, lumbung pangan mencerminkan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan solidaritas yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadis. Sejarah Islam memberikan banyak teladan tentang pentingnya pengelolaan sumber daya pangan untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam pembangunan lumbung pangan modern, diharapkan ketahanan pangan dapat terwujud secara berkelanjutan dan inklusif. Melalui langkah-langkah strategis, seperti penguatan kelembagaan, desentralisasi, dan pemanfaatan teknologi, lumbung pangan dapat menjadi pilar utama dalam mendukung stabilitas ekonomi dan sosial umat. Dengan demikian, Nilai-nilai dalam sistem Islam dapat menjadi inspirasi bagi dunia dalam pengelolaan sumber daya pangan yang adil, pelibatan dan berkelanjutan. Wallahu a’lam