Artikel

APAKAH BEDA BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL ?

Oleh: H. Idris Parakkasi, Ketua Bidang Bisnis Syariah Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia (ISMI) Sulawesi Selatan

Berdirinya bank syariah sebagai salah satu jawaban dan solusi terhadap keraguan kaum muslimin  terhadap praktek perbankan dan lembaga keuangan non bank konvensional yang berbasis bunga (interest). Secara ijma’ para ulama baik nasional melalui DSN-MUI maupun ulama seluruh dunia telah  memfatwakan  bahwa bunga merupakan salah transaksi hutang piutang yang masuk kategori riba. Olehnya itu direkomendasikan untuk mencari solusi dengan membuka lembaga keuangan yang tidak berbasis bunga dengan menggunakan sistem bagi hasil. Berdirinya bank syariah pertama di Indonesia tahun 1992 yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan tonggak sejarah bertumbuhkembangnya ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. Setelah itu mulailah perbankan konvensional  juga membuka layanan keuangan unit usaha syariah (UUS) yang selanjutnya melakukan spin off untuk menjadi bank umum syariah (BUS), bahkan demi memperkuat kinerja manajemen dan keuangan beberapa bank syariah melakukan merger sebagai lompatan strategis untuk membangun daya saing dan memberi layanan terbaik kepada masyarakat. Selain itu juga tumbuhkembangnya bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sampai kedaerah-daerah.  Disamping itu dengan berkembangnya perbankan syariah juga mendorong munculnya lembaga keuangan syariah non bank seperti  pasar modal syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah, modal ventura syariah, BMT, LKMS serta industri halal. Walaupun demikian sebagian masyarakat masih menganggap bank syariah sama saja dengan bank konvensional, hanya sekedar ganti nama, produk diberi nama/istilah  Arab, adanya asesoris Islam atau pegawainya (wanita) harus menutup aurat. Secara umum alasan mereka bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional adalah dari sisi transaksi tabungan dan pembiayaan  pada keuntungan yang diambil hampir sama, jika menunggak ada denda, harga pinjaman/pembiayaan relatif mahal, prosedur agak berbelit-belit serta jika pelunasan dipercepat biasanya pelunasan pokok lebih dibelakangkan dari pada margin keuntungan (margin lebih besar dari awal). Bagaimana sebenarnya cara membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional?

Pertama, Tujuan Pendirian. Bank konvensional memiliki orientasi keuntungan dengan bebas nilai atau menganut prinsip yang dimiliki oleh masyarakat umum. sedangkan bank syariah tujuan pendiriannya tidak hanya berorientasi pada profit saja, namun penyebaran dan penerapan nilai syariah. Aktivitas keuangan perbankan dilakukan tidak hanya melihat efek dunia saja, tetapi juga memperhatikan aspek akhirat.

Kedua, Prinsip Pelaksanaan. Bank konvensional menggunakan prinsip konvensional dengan acuan peraturan nasional dan internasional berdasarkan hukum berlaku. Sementara, prinsip bank syariah berdasarkan hukum Islam mengacu dari Al-quran dan Hadist serta diatur oleh fatwa Ulama. Sehingga seluruh perilaku SDM, aktivitas keuangan dan bisnisnya  menganut prinsip Islam.

Ketiga, Sistem Operasional. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya memberlakukan penerapan suku bunga dan perjanjian secara umum berdasarkan aturan nasional. Akad antara bank dan nasabah bank banyak dilakukan berdasarkan kesepakatan jumlah suku bunga. Sedangkan  operasional bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli, sewa dan kebajikan.

Keempat, Hubungan Antara Nasabah – Lembaga Perbankan. Dalam bank konvensional, hubungan antara nasabah dan lembaga perbankan yaitu hubungan debitur dan kreditur. Nasabah bank konvensional berperan sebagai kreditur, sementara perbankan berperan sebagai debitur. Sedangkan pada  bank syariah, hubungan antara nasabah dan bank adalah kemitraan dengan menggunakan model kemitraan dalam investasi, perdagangan, jasa dan sosial

Kelima, Kesepakatan Formal. Kesepakatan formal pada bank konvensional melakukan perjanjian secara hukum nasional. Sedangkan  pada bank syariah disamping menggunakan hukum nasional juga menggunakan aturan syariah sesuai fatwa DSN-MUI.

Keenam. Pengawas Kegiatan. Bank konvensional diawasi oleh dewan komisaris dalam aktivitasnya. Sementara struktur pengawasan bank syariah terdiri dari berbagai lembaga, diantaranya dewan pengawas syariah, dewan syariah nasional, dan dewan komisaris bank syariah.

Ketujuh, Proses Pengelolaan Dana. Pada bank konvensional, pengelolaan dana dapat dilakukan dalam seluruh jenis lini bisnis menguntungkan di bawah naungan Undang-Undang. Sedangkan dana nasabah  dalam bank syariah harus dipergunakan sesuai aturan Islam. Bank syariah harus mengelola dana nasabah pada lini bisnis yang sesuai syariah. Akibatnya, dana nasabah tidak boleh diinvestasikan atau dikelola pada bidang usaha bertentangan dengan nilai syariah Islam,  seperti perusahaan rokok, minuman keras, perdagangan gelap,  prostitusi dan sebagainya.

Kedelapan, Sumber pendapatan. Sumber pendapatan bank konvensional berupa bunga dari kredit yang diberikan kepada nasabah secara pasti atau spot antar bank dengan mengambil selisih bunga. Begitupula nasabah penabung akan mendapatkan bunga setiap bulan secara pasti sesuai suku bunga yang ditetapkan bank. Sedangkan bank syariah sumber pendapatannya dari transaksi riil berupa  jual beli (margin), bagi hasil (bagi hasil), sewa menyewa (ujrah) dan multi jasa. Pendapatan nasabah bank syariah dari tabungan mudharabah berupa bagi hasil yang hanya disepakati nisbah bagi hasilnya. Sedangkan tabungan yang sifatnya titipan (wadiah) tidak mendapatkan bagi hasil, tetapi dapat diberikan bonus (athayyah) dengan syarat tidak diaqadkan dari awal. Kesembilan, Pengelolaan Denda. Ketika terlambat melakukan pembayaran pada bank konvensional, terdapat denda yang dibebankan kepada nasabah. Bahkan besaran bunga bisa semakin meningkat, bila nasabah tidak membayar hingga batas waktu ditetapkan. Sedangkan bank syariah tidak memiliki aturan beban denda bagi nasabah saat terlambat atau tidak bisa membayar. Sebagai gantinya, bank akan melakukan perundingan dan kesepakatan bersama. Meskipun beberapa bank syariah ada yang menetapkan denda pada kasus tertentu, tetapi uang denda dari nasabah tidak boleh dimasukkan sebagai  pendapatan bank syariah  melainkan digunakan sebagai dana sosial. Wallahu ‘alam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *