Kisah Nasabah Bank Wakaf Mikro, Siti Maryani Mengaku Dulu Sering Dikejar-kejar Rentenir
Surya.co.id l JOMBANG – Pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM) di sejumlah pesantren di Indonesia sangat berdampak bagi Pengusaha kecil hingga menengah. Mereka tak perlu lagi memikirkan soal modal usaha. Sebab, BWM siap menyokongnya.
Dampak positif itu dirasakan langsung oleh Siti Maryani (45) warga Jalan Laksda Adi Sucipto RT 3 RW 1 Denanyar, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang. Yani sapaan akrabnya merupakan nasabah dari Bank Wakaf Mikro Denanyar Sumber Barokah. Sudah setahun dia menjadi nasabah.
“Saya menjadi nasabah BWM sejak November tahun lalu,” katanya kepada Surya.co.id saat di temui di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Kabupaten Jombang, Selasa (18/12/2018).
Sebelum menjadi nasabah BWM, Yani terpaksa meminjam uang di salah satu bank agar usahanya tetap berjalan. Namun, hal itu justru menjadi mimpi buruk baginya. Setiap hari dia dikejar-kejar oleh renternir.
“Saya harus mengangsur pinjaman itu setiap hari. Dan setiap hari pula para renternir mengejar saya. Saya pun pusing memikirkan hal ini,” ucapnya sembari memegang kepala seolah-olah kembali ke masa sulit itu.
Agar angsuran tersebut dapat terbayar, Yani harus rela banting tulang seharian penuh sebagai tukang jahit. Bahkan, ketika salah satu anaknya yang menimba ilmu di UIN Jogyakarta membutuhkan uang, Yani tak bisa menyanggupi.
“Waktu anak saya meminta uang saku saya sampai tidak bisa menyanggupi. Saya menyarankan dia datang ke seminar agar mendapatkan roti. Kadang juga menyuruh dia untuk puasa. Tanggung jawab saya malah ke renternir bukan ke anak,” paparnya.
Setiap hari, wanita kelahiran Sidoarjo ini harus menyetorkan uang kepada renternir sebesar Rp 40.000. Sementara dia meminjam uang untuk modal sebesar Rp 750.000. Pinjaman ini dia angsur 24 kali.
“Saya benar-benar membutuhkan uang saat itu. Dan saya tidak rahu harus meminjam ke mana. Pada saat meminjam saya juga tidak memikirkan bunganya. Ternyata bunganya besar mencapai Rp 940.000,” terangnya.
Setiap usaha pasti mengalami pasang surut. Hal itu dialami Yani, saat pembayaran angsuran pinjaman ke 10. Untuk mengatasi itu semua, Yani pun kembali Top Up pinjaman dengan nominal yang sama yakni Rp 750.000 lagi. Istilahnya gali lubang tutup lubang.
“Saya topup Rp 750.000 kemudian dipotong sampai lunas untuk membayar angsuran sebelumnya. Sisanya Rp 300.000 untuk modal usaha. Alhasil pinjaman tersebut tidak lunas-lunas. Saya merasa seperti membayar terus ke renternir tak ada habis-habisnya,” paparnya.
Masalah itu tak kunjung selesai dan semakin runyam. Yani akan lebih lama berhadapan dengan renternir. Namun, Yani tetap sabar menghadapi cobaan.
Hingga akhirnya, kesabaran Yani berbuah manis. Saat menghadiri pengajian rutin di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif, salah satu pegawai BWM memberikan informasi. Informasi tersebut berupa penjelasan terkait BWM.
“Saat tahu BWM menyediakan jasa pinjaman, Saya akhirnya mencoba dan langsung datang ke kantornya. Waktu itu saya menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminannya,” urainya.
Ibu dua anak ini melanjutkan, manager BWM Puguh Zainuri yang kebetulan melayani Yani langsung menolaknya. Sebab, BWM tidak menerapkan sistem jaminan sebagai syarat meminjam uang serta tanpa bunga.
“Jaminannya hanya kumpul setiap pembayaran angsuran setiap minggunya atau biasa kami sebut Halaqoh Mingguan (Halmi). Syarat lainnya adalah, saya harus mencari anggota. Satu Kumpi (kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren Indonesia) berisikan 5 orang anggota. Setelah itu diberi Pelatihan Wajib Kelompok (PWK),” jelasnya.
Yani langsung mencari anggota. Tanpa berpikir terlalu lama, dia mengajak tetangga sekitar yang membuka usaha kecil. Tak disangka respon tetangga sangat baik. Dalam dua hari dia bisa mendapat 15 orang anggota atau 3 Kumpi. Dia juga didapuk menjadi ketua Kumpi.
“Setelah itu kami berembuk menentukan nilai pinjaman. Kami sepakat meminjam dengan nominal Rp 1.000.000. Saat itu pegawai memberikan pilihan cicilan diantaranya 50 minggu dan 20 minggu. Kami memilih mencicil selama 50 minggu dengan angsuran Rp 20.000 perminggu.” cetusnya.
Seiring berjalannya waktu, usaha jahitan Yani semakin berkembang. Dia telah memiliki empat karyawan dan membuka usaha lain yakni pencucian pakaian (laundry). Tak hanya itu, dia juga terbebas dari kejaran renternir.
“Pada tahun berikutnya atau bulan November 2018. Kami meminjal lebih besar untuk modal usaha yakni Rp 1.500.000 atau 25 kali angsuran. Otomastis usaha semakin berkembang karena dana modal tersokong. Sekarang kalau beli kain langsung roll-rollan. Beli resleting langsung satu lusin. Dulu mikir-mikir beli segitu banyaknya. Jadi saya bisa melayani pelanggan dengan maksimal tanpa terhambat modal,” bebernya.
Dia menambahkan, sebelum menjadi nasabah, dalam sebulan Yani hanya meraup keuntungan Rp 1.000.000. Setelah menjadi nasabah, dia mendapat keuntungan Rp 3.000.000. rencananya ke depan Yani akan melebarkan sayap usaha. Dia ingin membuka butik.
“Alhamdulillah kebutuhan anak tercukupi. Saya tidak lagi menyuruh anak saya datang ke seminar untuk mendapatkan roti,” ungkapnya seraya tertawa.
Hal senada dikatakan oleh, Eni Susi Yuniati (48), usaha kue kering miliknya semakin berkembang. Selain itu, dia juga bisa memenuhi permintaan pelanggannya tanpa perlu lagi memikirkan modal.
“Mulanya saya hanya melayani pesanan saat lebaran saja. Tapi saat ini saya bisa melayani pesanan harian,” katanya kepada Surya saat ditemui di rumahnya Jalan Laksda Adi Sucipto, Denanyar, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang.
Eni merupakan tetangga serta satu Kumpi dengan Yani. Mulanya dia menjadi nasabah BWM karena diajak oleh Yani. Yani mengajak Eni lantaran bernasib sama yakni setiap hari dikejar-kejar renternir.
“Saya bernasib sama dengan Yani. Setelah mendengar bahwa BWM memberikan pinjaman tanpa bunga dan cicilan ringan saya langsung tertarik menjadi nasabah. Tak hanya itu proses administrasinya juga tidak ribet hanya mengumpulkan KTP dan KK,” ucapnya.
Eni tak salah menerima ajakan Yani, usahanya juga berkembang. Awalnya hanya 200 toples dalam setahun, tahun ini mencapai 360 toples.
“Keuntungan saya juga bertambah. Dalam sebulan saya mendapatkan Rp 500.000 sebelumnya hanya Rp 100.000,” pungkasnya.
Sumber: surya.co.id